-- Kepada Corana
aku
keluar diam-diam menapaki jalan setapak di perbukitan
aku
mendengar suara lirih menyebut-nyebut nama
hahihu
hahihu hahihu berulang-ulang hingga tawakal
aku
masih terus berjalan di hadapan kabut malam tanpa cahaya
aku
meraba kalau-kalau kanan kini jurang
semakin
keras aku mendengar suara yang sama kemudian hilang
aku
tersesat dalam rimba dingin dan haus, tak ada siapa pun apa
semua
berubah menjadi putih kapas
menerbangkan
dan menertawakanku yang sendirian
kupanggili
nama satu demi satu
semua
tak menolah hanya bayang-bayang
di
bawah pohon cemara yang tak kutau pucuknya
hai
siapa tertawa di bawah rembulan yang kehilangan cahaya
kau
kah yang semula memanggili nama itu
atau
kah kau yang hanya ilusi menyesatkan waktu
atau
kah kau yang menjebak sukmaku dan merajam seribu satu kali
tentu
aku tak kan menyerah semudah itu
masih
ada bala tentara dalam diri
akan
aku keluarkan jika benar-benar mendesak
menyingkirlah
aku mau lewat
bukan
kah kita dari satu dzat satu urat
bukankah
lebih baik kita menapaki jalan sesuai poros dan aba-aba
kita
memang sedikit beda
aku
ada kau tiada
kita
sama-sama kembali
Re
langitkendal, 26032020 /
00.52 wib
-- bahrul ulum a. malik