Rabu, 25 Juni 2014

CERMIN (tidak mau dihina, maka jangan menghina)

Kalau kita ingin melihat wajah kita sendiri, biasanya kita bersendiri dengan kaca ajaib yang lazim kita sebut cermin. Dari cermin itu kita bisa melihat dengan jelas apa saja yang ada di wajah kita; baik yang menyenankan atau yang tidak. Bahkan, mungkin yang membuat kita malu.
Dengan cermin, kita mematut-matut diri. Barangkali karena itulah hampir tak ada rumah yang tidak menyimpan cermin. Sebab, hampir semua orang ingin dirinya patut.
(Saleh) tanpa bercermin kita tak bisa melihat sendiri noda yang ada pada diri kita. Dan, tanpa melihat sendiri noda itu, bagaimana kita tergerak menghilangkannya. Di dalam islam, ada dawuh: “Almuminu miraatul mumin” (Orang mukmin adalah cermin mukmin yang lain). “Inna ahadakum miraatu akhiihi” (Sesungguhnya salah seorang di antara kamu adalah cermin saudaranya. Artinya, masing-masing orang mukmin bisa, atau seharusnya, menjadi cermin mukmin yang lain.
Seorang mukmin dapat menunjukkan noda saudaranya, agar saudaranya itu bisa menghilangkannya.
Dalam pengertian yang lain, untuk mengetahui noda dan aib kita, kita bisa bercermin pada saudara kita.
Umumnya kita hanya-dan biasanya lebih suka-melihat noda dan aib orang lain. Sering justru karena kesibukan kita melihat aib-aib orang lain, kita tidak sempat melihat aib-aib kita sendiri.
Di bulan suci Ramadhan, di mana kita bisa tenang bertafakur memikirkan diri sendiri-dan inilah sesungguhnya yang penting-, kadang - kadang kita masih juga kesulitan melihat kekurangan-kekurangan kita.
Satu dan lain hal, karena kita enggan memikirkan kekurangan-kekurangan diri sendiri, bercermin kepada orang lain kiranya sangat perlu kita lakukan.
Seperti kita ketahui, melihat orang lain adalah lebih mudah dan lebih jelas ketimbang melihat diri sendiri. Marilah kita lihat orang lain, kita lihat aib-aib dan kekurangan-kekurangannya, lalu kita rasakan respons diri kita sendiri terhadap aib-aib dan kekurangan-kekurangan orang lain itu.
Misalnya, kita melihat kawan kita yang sikapnya kasar dan tak berperasaan, atau kawan kita yang suka membanggakan diri dan merendahkan orang lain; atau kawan kita yang suka menang-menangan, ingin menang sendiri, atau kawan kita yang bersikap atau berperangai buruk lainnya.
Kira-kira bagaimana tanggapan dalam diri kita terhadap sikap kawan kita yang seperti itu? Kita mungkin merasa jengkel, muak atau minimal tidak suka. Kemudian, marilah kita andaikan kawan kita itu kita dan kita adalah mereka. Artinya kita yang mempunyai sikap dan perilaku tidak terpuji itu dan mereka adalah orang yang melihat.
Apakah kira-kira mereka juga jengkel, muak atau minimal tidak suka melihat sikap dan perilaku kita? Kalau jawabnya tidak, pastilah salah satu dari kita atau mereka ada yang tidak normal. Normalnya, adalah sama. Sebagaimana kita tidak suka melihat perangai buruk orang lain, orang lain pun pasti tidak suka melihat perangai buruk kita. Demikian pula sebaliknya, apabila kita senang melihat perangai orang yang menyenangkan, orang pun pasti akan senang apabila melihat perangai kita menyenangkan.
Namun, kadang-kadang kita seperti tak mempunyai waktu untuk sekedar bercermin, melihat diri kita sendiri pada orang lain seperti itu. Hal ini mungkin disebabkan oleh ego kita yang keterlaluan dan menganggap bahwa yang penting hanya diri kita sendiri, hingga melihat orang lain, apalagi merasakan perasaannya, kita anggap tidak penting.
Orang lain hanya kita anggap figuran dan kitalah bintang utama. Ada sebuah hadis shahih yang sering orang khilaf mengartikannya.
Hadis sahih itu berbunyi Laa yu’minu  ahadukum hatta yuhibba liakhiihi maa yuhibbu linafsihi. Banyak yang khilaf mengartikan hadis ini dengan: “Belum benar-benar beriman salah seorang di antara kamu sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya”. Pemaknaan ini kelihatannya benar, tetapi ada yang terlewatkan dalam mencermati redaksi hadis tersebut. Di sana, redaksinya yuhibba liakhiihi (mencintai untuk saudaranyap), bukan yuhibba akhaahu (mencintai saudaranya).
Jadi, semestinya diartikan “Belum benar-benar beriman salah seorang di antara kamu sampai dia senang atau menyukai untuk saudaranya apa yang dia senang atau menyukai untuk dirinya sendiri.” Artinya, apabila kita senang atau suka mendapat kenikmatan, misalnya, kita harus “bila ingin jadi sebenar-benar mukmin” juga senang atau suka bila saudara mendapat kenikmatan.
Apabila kita senang diperlakukan dengan baik, kita pun harus senang bila saudara kita diperlakukan dengan baik. Apabila kita senang jika tidak diganggu, kita pun harus senang jika saudara kita tidak diganggu. Demikian seterusnya. Bukanlah mukmin yang baik orang yang senang dihormati tapi tak mau menghormati saudaranya dan tidak senang bila saudaranya dihormati. Bila pengertiannya dibalik. Bukanlah mukmin yang baik orang yang tidak suka dihina, tapi suka menghina saudaranya dan suka bila saudaranya dihina.
Demikianlah kita bisa memperpanjang misal bagi ajaran hadis mulia itu dengan melihat cermin. Saudara kita adalah cermin kita.

Sumber :
Membuka Pintu Langit | K.H. A. Mustofa Bisri | Penerbit Buku Kompas | November 2007 | Halaman 6 - 9.

Kamis, 12 Juni 2014

JUARA CIPTA PUISI "ISRA` MI`RAJ" PELATARAN SASTRA KALIWUNGU 2014

JUARA I
RAEDU BASHA (YOGYAKARTA)


ISRA’ MI’RAJ SAJAK

malam suci
jadilah engkau doa-doa
bermusafir dari satu negeri ke negeri lain, mengembara
safarimu, isra’
kau lecut detum dada
detak jadi zikir jadi buraq
melesat menggulung peta buta
kau temui fenomena

saat tak ada harga bagi sajak
di malam yang suci
segalanya secepat cahaya
kata-kata
larik
bait
menyatu dalam tasbihat Jibril

malam suci
sajakkan doa-doa
dari bumi diri naik ke langit diri
mi’raj semacam i’tidal, dari ruku’ menuju sujud
dari fikir ke sya’ir
ruang-ruang pejam
mata sajak mengatup persembahan
kata-kata
larik
bait
menyatu
dalam ahlan Isa
dalam ahlan Ilyas
dalam ahlan Musa
para Nabi menyambut jabat dendangmu

malam suci
jadilah puisi serupa doa
bersama tinta, kertas dan diksi-diksi
hingga singgah di sidratul muntaha
dan Tuhan akan membaca sajakmu dalam sepi…


Ganding Pustaka, 25 Mei 2014

---
RAEDU BASHA
Dilahirkan 3 Juni 1988 Sumenep Madura. Belajar menulis puisi di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk, Sumenep Madura. Menulis puisi dan prosa. Buku puisinya Matapangara (proses terbit, 2014), dan novelnya The Melting Snow (Diva Press, 2014). Sekarang tinggal di Yogyakarta sebagai mahasiswa Pascasarjana. Puisinya pernah dimuat media massa, Radar Madura, Horison, Kuntum, Surabaya Post, Sabili, Bende, Jurnal Aksara-Imajio, Kompas.com, Koran Madura, Pikiran Rakyat, dst., serta puluhan antologi puisi dan prosa bersama.
Pemenang Sayembara Penulisan Puisi Tingkat Nasional, Pusat Bahasa, Depdiknas RI (2006), juara cipta puisi se-Jawa Timur, Taman Budaya Jawa Timur, Disparbud, Pemerintah Provinsi Jatim (2006), juara baca puisi se-Jatim Festival Semarak Tiga Bahasa PP Al-Amien Prenduan (2007), Penghargaan Deklamasi Puisi pada Milad ke-47 Universitas Ahmad Dahlan dari Red. Majalah Kuntum, Yogyakarta (2007), peraih Piala Wali Kota Surabaya cipta puisi se-Jatim Teater Kedok SMAN 6 Surabaya (2007), pemenang cipta puisi yang diadakan Hellogoodbye The Movie (2012), juara cerpen nasional Festival Cinta Buku V LPM INSTIK Annuqayah Madura (2012), nomine cerpen group Taman Sastra (2010), nomine UNSA Award (2011), cerpen nasional LPM STAIN Purwokerto (2012 & 2013), cerpen majalah Kuntum [majalah IPM Pusat] (2013), dsb. Juga pernah menerima penghargaan Agrinex Indonesia cipta dan baca puisi tingkat nasional yang diadakan Institut Pertanian Bogor dan HIPMI di Jakarta Convention Center (2007).
Selain menulis, juga disain grafis dan fotografi. Karya grafisnya berupa logo, karikatur, sampul, poster, website, kaus, mading, souvenir, buku, dll., pernah mengikuti pameran tingkat lokal sampai internasional, antara lain pameran fotografi budaya dan tradisi bersama para fotografer dari 55 negara pada Ogrenci Bulumasi atau Spring Festival di Kultur Park Pusat Kota Konya, Turki, Mei 2014.

HP                   : 081939006869
Email               : desaku.bilapora@gmail.com
Alamat            : Jl. Ori 1 9C Papringan, Catur Tunggal, Depok, Sleman DIY
Blog                :  www.raedubasha.blogspot.com



JUARA II
ABDUL WAHID (SURAKARTA)

PAHLAWAN YANG KURINDU

Aku rindu sosok yang sangatku rindu,
Sosok yang gigih berjuang,
Sosok yang tak kenal keluh ato kesah,
Hatiku gelisah ketika mendengar namamu,
Hatiku trasa perih ketika manusia menghinamu,

Inginku selalu di sampingmu,
Inginku selalu mencontohmu,
Inginku selalu mengikuti jalanmu,
Jalan yang telah di ridhoi Tuhan semesta alam,

Kaulah yang kurindu,
kaulah yang kudamba,
Kaulah suri tauladanku,
Kaulah Nabiku,
Muhammad Shalallahi Alaihi Wassalam.


Sala, 29/05/14

---
Biodata 
Batu Jamus adalah sebuah desa di kaki gunung lawu. Di desa tersebut Wahid menikmati masa kecilnya dengan riang gembira. Abdul Wahid, itulah nama lengkap yang diberikan kedua orang tuanya 21 tahun silam. Saat ini anak pertama dari tiga bersaudara tersebut sedang menempuh studi S1 di Jurusan sastra Indonesia UNS Surakarta.

Daftar Riwayat Hidup
1. Nama lengkap         : Abdul Wahid                                                                       
    Nama Panggilan      : Abid/Wahid
    Nama Pena              : Abid/Bid
2. Jenis Kelamin          : Laki - laki
3. Tempat, tgl. Lahir   : Karanganyar, 29 Juni 1993
4. Alamat lengkap       : Jamus, Kutho, Kerjo, Karangayar
                                    E-mail/HP. : abdulwahid@rocketmail.com/083866050234
5. Status Pendidikan   : Semester : 4                           , Program studi : Sastra Indonesia
                                      Jur/Dep/Bag : -                      , Fak : Sastra dan seni Rupa
                                      Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret
6. Riwayat Pendidikan:     a. SD    :   Negeri 03 Mojodoyong, Sragen                     
                                       b. SLTP :      MTA Gemolong, Sragen        
                                       c. SLTA :     MTA Surakarta          
7. Hobi                        : Menulis, bercerita dan Dulant
8. Keterampilan yang dapat dibanggakan : menulis
9. Bahasa Asing yang dikuasai                       : - - -
10. Orangtua
     a. Ayah, Nama       : Drs. Mujiyanto
        Pekerjaan : Pedagang
        Pendidikan          : S1
        Alamat                : Jamus, Kutho, Kerjo, Karanganyar
   b. Ibu, Nama           : Hendang Siyamsi
       Pekerjaan             : Ibu rumah Tangga
       Pendidikan           : SMA

       Alamat                 : Jamus, Kutho, Kerjo, Karanganyar



JUARA III
ZIEM (CILACAP)


SAMPAIKAH AKU KE JALANMU

Aku begitu rindu,
Menantang hujan
Yang basah dengan bismillah
Raung ruang yang pengap

Berkali kali kupatahkan
Symbol symbol nurani

Kupenjarakan yang bernama
CINTA, Illahiah

17 serdadu,
5 roket jalanmu
Buntu

Shalallahu ‘ala Muhammad,
Lagu lisan sahaja

Lagu
Jasad tanpa jiwa
Jiwa tanpa ruh

ruhMu

sampaikah
aku ke jalanmu.


Palugon,290520141758

Ziem, lahir di cilacap 23 April 1991. Tinggal di desa palugon pegunungan bagian wilayah cilacap barat kec wanareja kabupaten cilacap. Sekarang mahasiswa semester 4 di STAIS Majenang. FB – nya Wajah Pribumi www.facebook.com/achiem.zie  

Tubuh Matahari

tubuh matahari di matamu kuning langsat tetiba hadir di rumahku tanpa salam pun pesan kau terus menyediakan angan bagi pertapa yang kensunyi...