Sabtu, 02 Januari 2016

PENGUMUMAN HASIL LOMBA CIPTA PUISI UNTUK GUS DUR (KHAUL KE-6 TAHUN 2015)

GUS DUR 


-- JUARA I --
Sami'an Adib :

Risalah Pilihan
:gus dur

Membaca ulang tilas hidupmu yang sering terkepung keriuhan
seperti melintasi jejak purba risalah panjang insan pilihan
:nubuwah para utusan kekasih Tuhan

tentu engkau tahu saat Kanjeng Nabi menjamin aman
bagi seluruh penduduk Mekah—kota taklukan
bahkan di kediaman orang yang pernah memusuhi Tuhan

pun demikian engkau menabur benih kedamaian
di kebun Indonesia lewat semaian kultur toleran
bersama menikmati lezatnya keberagaman

di dadamu memang tak kutemukan stempel kenabian
tapi lembut tanganmu tak pernah lelah merangkul semua kalangan
sambil menyematkan lencana terindah bersepuh keteladanan

Jember, Januari 2016

***
Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Lulus Strata I pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember (Unej).  Antologi puisi bersama antara lain: Requiem Buat Gaza (Gempita Biostory, Medan, 2013), Menuju Jalan Cahaya (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013),  Ziarah Batin (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013), Cinta Rindu dan Kematian (Coretan Dinding Kita, Jakarta, 2013), Ensiklopegila Koruptor, Puisi Menolak Korupsi 4 (Forum Sastra Surakarta, 2015), Memo untuk Wakil Rakyat (Forum Sastra Surakarta, 2015), Kata Cookies pada Musim (Rumah Budaya Kalimasada Blitar, 2015), dan lain-lain. Aktivitas sekarang selain sebagai tenaga pendidik di MIIMA KH. Shiddiq Jember, bergiat juga di Forum Sastra Pendalungan.  
Saat ini tinggal di Jl. Imam Bonjol Gg. KUA 38, Lingk. Villa Tegal Besar, Jember, 68132. Email : samianadib@ymail.com. Contact  Person : 081336453539.
_________________________________________________________________________________

-- JUARA II --
Imam Budiman :

Mata Gus Dur Dalam Bayangan Masa Kecilku

Di teras subuh yang sejajar dengan tetuah malaikat arasy, berkening jejak waktu, aku merebahkan diri di atas sebidang tulang dedaun Walnut. Terkenang lagi olehku seorang tokoh agamawan abad ini yang belum pernah kutemui langsung, Gus Dur. Jika ia masih hidup, pastilah tak mengenaliku. Tapi di alam sana, ia sudah hafal betul namaku ada di salah satu list teratas catatan kecilnya sebagai donatur fateehah yang rutin mengiriminya pagi-sore. Aksara-aksara arab yang berbentuk ayat itu yang kerap dicengkramainya di sela waktu berdialog dengan munkar-nakir di bawah gundukan tanah sana. Membicarakan banyak hal tentang pengalaman mereka masing-masing.
Tapi bukan itu, sebetulnya aku lebih terkenang pada mata Gus Dur. Sepasang mata yang sempat digunakannya untuk membaca, menelaah, berpikir, menemukan jutaan wawasan dan merangkum dunia, sebelum dialih-fungsikan untuk melihat bayang-bayang Tuhan. Mata yang tak sekadar menjalankan tugas untuk melihat.
Sewaktu sekolah dasar, aku tak begitu mengenali ciri dan kiprahnya. Selain yang kutahu, ia adalah presiden kita yang paling rajin berpeci sejak muda, kehilangan penglihatan di jelang akhir usianya dan memiliki gerak refleks antara hidung dan pipinya. Selera humornya pun setingkat candaan para Dewata.
Belakangan, di bangku kuliah yang gerah dengan politik praktis ini, namanya kerap disebut di beberapa kajian dan diskusi. Aku mulai tertarik dengannya. Jenius dan jenaka! Mula-mula aku meminjam buku biografinya dari seorang teman yang berasal dari dusun tak bernama. Kulahap habis tanpa bersisa, barang sehalaman. Di kesempatan diskon buku besar-besaran pada sebuah perhelatan tahunan. Kupersiapkan uang tabungan yang tak seberapa bernilai untuk mengoleksi beberapa buku yang pernah ditulisnya. Aku ingin melahap lebih banyak isi kepalanya.
Akan tetapi, entah kenapa, sampai hari ini, tanpa alasan yang dapat dijabarkan, dibanding isi kepalanya, aku justru lebih jatuh cinta pada sepasang matanya:
Mata hakiki yang suci. Mata yang dapat melihat Tuhan di setiap tempat dan keadaan. Mata yang tersembunyi di balik matanya yang terkatup: Mata hati.

Ciputat, 1 Januari 2016

***
Imam Budiman, dilahirkan pada tanggal 23 Desember 1994, Loa Bakung, Samarinda, Kalimantan Timur. Ia menamatkan pendidikan Aliyah-nya di Pondok Pesantren Al-Falah Putera, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
       Kini berstatus sebagai Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di waktu yang sama, ia tercatat pula sebagai Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, Ciputat, di bawah bimbingan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.
       Beberapa cerpennya terhimpun dalam kumpulan cerpen bersama, diantaranya: Iblis Tidur (Minggu Raya Press, 2013) dan  Sang Penulis (LPM Mercusuar, UNAIR Surabaya, 2015).
       Puisi-puisinya terhimpun dalam antologi puisi bersama antara lain; Teriakan Bisu (Tahura Media, 2011), Ada Malam Bertabur Bintang (Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, 2015), Tifa Nusantara II (Dewan Kesenian Tangerang, 2015), Pilunya Negeriku (Oase Pustaka, 2015), Kalimantan Selatan Menolak untuk Menyerah (Disbudparpora Kabupaten Banjar, 2015), Kalimantan Rinduku yang Abadi (Dewan Kesenian Kota Banjarbaru, 2015), Pelabuhan Merah (Sagang Intermedia Riau Pos, 2015) Dan Sepilihan Sajak Kampung Halaman yang akan terbit di pertengahan tahun 2016 adalah kumpulan puisi tunggalnya yang kedua setelah Perjalanan Seribu Warna (2014).
       Beberapa cerpen dan puisi-puisinya juga dimuat di berbagai media cetak/portal nasional dan lokal seperti:
      Media Indonesia, Indopos,  Riau Pos, Babel Pos, Media Kalimantan, Lampung Post, Koran Madura, Metro Riau, Sumut Pos, Malang Post, Mata Banua, Cakrawala Makassar, Post Metro Jambi, Kaltim Post, Radar Banjarmasin, Radar Tarakan, Kalimantan Post, Banjarmasin Post, Solopos, Sastra Sumbar, Majalah Warta Bahari, Majalah Iflah, Majalah NABAWI, Majalah SANTRI,  Majalah INSAN, Buletin Sastra Lakonik, Buletin Sastra Pawon, Buletin Pojok Pesantren, Buletin DENTA, Buletin Harokah, Buletin Jejak, Buletin Literasi, Buletin Lentera, Tabloid Kabar IIQ, Tabloid INSTITUT, Tabloid RUANG, Jurnal Rusabesi, Sayap Kata, Ruang Aksara, Detakpekanbaru.com, Banjarmazine.com, Qureta.com, Kompasiana.com, Pasanggrahan.com, Sastrapedia.com. Lokerpuisi.web.id, Forumpenulismuda.com, Mahasiswabicara.com, Riaurealita.com.
       Pada tahun 2014 meraih nominasi kategori Puisi Terbaik Institut Award, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di akhir tahun 2015 cerpennya berjudul “Empat Mazhab Penulis” meraih nominasi terbaik event menulis nasional, LPM Mercusuar, UNAIR Surabaya. Naskah puisi berjudul “Menjaga Harum Aroma Pandan Tanah” dinobatkan sebagai puisi terbaik dalam rangka ulang tahun ke-III Rumahkayu Indonesia. Dan cerpennya berjudul:  “Jabang Bayi Banyu Pilungsur” meraih terbaik pertama dalam event Kemah Aruh Sastra XII, Martapura, Kalimantan Selatan, 2015. 
HP. 089527802715
_________________________________________________________________________________

-- JUARA III --
Muhammad Fadlullah Abdul Ghofur :

GUS “ SANG PENAKLUK “

Aku malu pada diriku sendiri
  Bagaimana mungkin aku tak malu ?
    Dengan segala kondisi fisikmu
     Usahamu untuk memperbaiki bangsa ini sungguh luar biasa
       Relung hati mana yang tak iba ?
       Rakusnya “tikus-tikus dalam lumbung"  membuatmu gerah
     Anak-anak TK yang duduk dengan pongahnya  membuatmu geram
   Hati mana yang tak tergugah saat kebenaran justru dimakzulkan ?
Memanusiakan manusia menjadi aliran darahmu
  Agama Islam yang Rahmatan lil ‘alamin menjadi  nafasmu
    Nilai-nilai mana lagi yang kurang darimu ?
      Wahai Abdurrahman Sang Penakluk
     Alam Indonesia berhutang banyak kepadamu
    Hiduplah dalam doa-doa kami antar pemeluk agama
  Inna auliyaa Allahi laa khoufun ‘alaihim walahum yakhzanun

Dari kami yang merindakanmu wahai Guru Bangsa

***
Muhammad Fadlullah Abdul Ghofur, Lahir di Kendal, 05 Maret 1989

_________________________________________________________________________________

-- IV --
Faisal Zen

SANG PENYEJUK HATI

Diantara gemerlap dunia
Yang tandus kering terbakar picik manusia
Lahir seorang penyejuk dari buaian angin surga
Yang karomahnya tak tergambar dan tak terkira
Beliau berjuang di antara musuh penghancur negara
Sedang ia dimusuhi, dicaci, dimaki
Mutiara kata yang terlontar melalui bibirnya
Bagaikan tetes tetes embun penyejuk hati pelita gulita
Riuh jiwa gema suara negeri
Ketika ia berdiri di tempat tertinggi
Sungguh keji mereka berkata
Pemimpin kita ialah “Kyai buta”
Sedang merekalah yang terbutakan oleh binar-binar dunia
Beliau seorang wali yang tak tampak
Menapak tilas hendak berbekas
Melanglang jagat dunia yang berkoalisi alot
Beliau tanggapi dengan kata penuh makna “GITU AJA KOK REPOT”

***
Faisal Zen, Lahir di Cilacap 29 September 1992
Beralamat di Jl. Ky Safari No. 2 Padangsari Majenang Cilacap. HP. 085879878784
_________________________________________________________________________________

Tubuh Matahari

tubuh matahari di matamu kuning langsat tetiba hadir di rumahku tanpa salam pun pesan kau terus menyediakan angan bagi pertapa yang kensunyi...